Di masa pandemi seperti saat ini, kegiatan sehari-hari tidak berjalan ‘normal’ seperti biasanya. Sebut saja, dari sekian banyak orang melakukan aktivitas hanya dari rumah, seperti bekerja, sekolah, dan lain sebagainya. Bahkan durasi tidur berlebihan pun menjadi umum.
Berdasarkan pengolahan data dari Firstbeat dan terdiri dari berbagai macam pengukuran, perubahan ini tanpa disadari turut mengubah gaya hidup seseorang, kebiasaan, dan kondisi psikologis.
Lebih jauh lagi, banyak orang di masa pandemi menjadi lebih pasif ketimbang pada hari biasanya. Meskipun demikian, tekanan emosi dan mental selama COVID-19 dapat menyebabkan tubuh terasa lelah dengan cara yang sama.
Selain itu, selama masa pandemi banyak orang tidur lebih lama karena hanya berdiam diri di rumah. Namun, tidur dengan durasi lebih lama bukan berarti mengindikasikan seseorang memiliki kualitas tidur lebih baik.
Durasi bertambah, namun masih merasa lelah
Sebuah studi dirilis oleh Current Biology dengan peneliti membandingkan kualitas tidur sebelum dan selama masa tetap tinggal di rumah pada 139 mahasiswa di salah satu universitas di Colorado. Survei ini dilakukan ke mahasiswa yang telah beralih dari kelas tatap muka ke kelas daring.
Rilisan studi itu menunjukkan bahwasanya durasi tidur para partisipan meningkat dengan 30 menit pada hari kerja, dan 24 menit pada akhir pekan selama periode tinggal di rumah. Selain itu, jadwal tidur para partisipan menjadi lebih teratur dan lebih baik selaras dengan siklus alami tidur-bangun tubuh mereka.
Studi lainnya oleh Elsevier Public Health Emergency Collection melakukan survei terkait pola tidur para mahasiswa di Eropa (Austria, Jerman, dan Selandia Baru) selama masa lockdown COVID-19. Survei ini dilakukan selama 6 minggu, dari pertengahan maret hingga akhir April 2020.
Studi itu menunjukkan para mahasiswa sebagai partisipan, tidur lebih lama dengan durasi 15 menit pada malam harinya. Namun, dari persepsi para partisipan tentang kualitas tidur menurun, dengan banyak orang mengalami kesulitan tidur atau tertidur di malam hari.
Waktu tidur per-masing individu memang menjadi lebih baik, dan dikaitkan dengan peningkatan fleksibilitas jadwal sosial. Misalnya, karena lebih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan selama di rumah.
Namun, situasi baru ini menyebabkan peningkatan signifikan pada beban yang dirasakan, dan menyebabkan penurunan kualitas tidur.
Michael Grandner, seorang direktur program penelitian tidur dan kesehatan dari Universitas Arizona pada tulisan oleh Insider menyatakan, banyak orang menjadi ‘rakus’ karena kebebasan selama pandemi.
“Begadang, tidur hingga matahari tinggi, kehilangan sinar matahari pagi, dan merasa mengantuk sepanjang hari. Mereka seperti anak SMA yang masuk perguruan tinggi untuk pertama kalinya” ucap Grandner.
Selain itu, Grandner juga mengatakan bahwasanya selama pandemi banyak orang menjadikan tempat tidurnya sebagai pelarian, dan ini tidak sehat. Tidak ingin beranjak dari tempat tidur bisa menjadi salah satu gejala depresi.
Hal yang bisa dilakukan
Terdapat beberapa hal bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur, seperti:
- Mengatur jadwal tidur dan bangun di waktu yang sama setiap harinya
- Berjemur di bawah sinar matahari pagi
- Perhatikan kebiasaan harian yang biasa mempengaruhi kondisi terjaga di siang hari
- Gerakkan tubuh, jangan hanya berdiam diri
- Batasi jumlah konsumsi berita
- Perhatikan dan jaga diri sebaik mungkin
Jadi apakah durasi tidur berlebihan itu baik? Tentu jawabannya tidak ya karena apapun yang berlebihan maka tidaklah baik.
Ingin tahu informasi tentang Pop Culture dan Lifestyle lainnya? Cek terus Yunoya Media dan like fanpage Facebook Yunoya Media di sini, ya!