Weight stigma merupakan sebuah diskriminasi atau stereotip berdasarkan berat badan seseorang.
Dari The World Obesity Federation, weight stigma didefinisikan sebagai tindakan diskriminatif, ditujukan kepada orang-orang karena berat badan dan ukurannya. Hal ini merupakan hasil dari bias bobot, dan jadi suatu pendapat dan ideologi negatif terkait berat badan.
Pendapat atau ideologi itu termasuk kemalasan, rendahnya kekuatan dari keinginan, kurangnya karakter moral, acuh terhadap kebersihan, serta tingkat kecerdasan rendah dan tidak tertarikan.
Pendapat merujuk menstigma ini menjadi penyebab weight stigma muncul. Weight stigma dapat meningkatkan ketidakpuasan pada tubuh, sehingga menjadi faktor risiko utama dalam perkembangan gangguan makan.
Weight stigma sangat berbahaya, hal ini dapat meningkatkan risiko masalah psikologis dan perilaku merugikan, termasuk depresi, citra tubuh buruk, dan penyebab makan berlebihan.
Sebuah studi dalam jurnal Body Image, weight stigma bisa muncul sejak usia dini karena telah diamati pada anak-anak berusia tiga hingga lima tahun. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan anak-anak mengembangkan masalah citra pada tubuh mereka, dan akan dibawa di masa dewasa mereka.
Dari laman very well mind, orang-orang berbadan besar sering mendapatkan diskriminasi di tempat umum dan pribadi, seperti; sekolah, tempat kerja, tempat kesehatan, toko pakaian, dan lain sebagainya.
Perkembangan isu dari kultur weight stigma
Bias berkelanjutan terhadap bentuk tubuh ideal adalah seorang bertubuh ramping—memperkuat pendapat kolektif bahwa individu dengan kelebihan berat badan kurang diminati.
Sebuah tulisan diunggah oleh CMAJ mengenai fat shaming — sebuah istilah untuk mengkritik orang-orang dengan berat badan berlebih, dengan tujuan untuk menimbulkan rasa malu — memiliki dampak berbahaya bagi kesehatan tubuh, dan menjadi penyebab kenaikan berat badan, menurut Angela Alberga, seorang asisten profesor di departemen kesehatan di Concordia University.
Paparan bias berat badan juga dapat memicu perubahan fisiologis, terkait dengan buruknya kesehatan metabolik dan memicu kenaikan berat badan.
Fat shaming membuat seseorang menjadi stres, melonjaknya hormon kortisol, dan penurunan kendali diri terhadap keinginan untuk selalu makan. Selain itu, fat shaming juga dikaitkan ke depresi, kecemasan, rendahnya kepercayaan diri, gangguan makan, dan menghindari kegiatan berolahraga.
Stigma terhadap individu berbadan besar sebenarnya merugikan orang dari segala ukuran. Kata “fat (gemuk)” jarang digunakan di dalam percakapan. Pun digunakan, biasanya memiliki konotasi negatif dan merendahkan.
Hal ini semakin diperparah dengan penggambaran media mainstream terhadap orang berbadan besar sebagai tidak menarik dan menjadi bahan cemoohan.
Kampanye dari periklanan dan pemasaran juga sering kali menggunakan orang berbadan besar, sebagai penjual makanan cepat saji, sehingga makin memperkuat bias mengenai stigma berat badan.
Masalahnya tidak selalu tentang kelebihan berat badan, namun stigma sekelilingnya. Lebih lanjut, weight stigma menyebabkan individu merasa malu, dan mungkin menjadi penghalang bagi mereka untuk mencari pengobatan yang dibutuhkan, baik berhubungan dengan obesitas ataupun tidak.
Kabar baiknya, beberapa tahun belakangan, gerakkan body positivity berkembang dan membuat kemajuan, sebagai kampanye menerima segala bentuk dan ukuran tubuh.
Bahaya ditimbulkan dari weight stigma
Fat-shaming dan body-shaming bukanlah jurus efektif untuk mendorong individu untuk menurunkan berat badan. Malah, hal itu memiliki dampak berbahaya.
Sebuah studi diunggah Springerlink menghasilkan bahwa weight stigma merupakan penyebab rasa malu dan menjadi penyebab seseorang mengalami gangguan makan.
Selain itu, weight stigma pada sebagian orang menyebabkan kenaikan berat badan dan keinginan untuk selalu makan, dan berbahaya secara fisik maupun emosional.
Korban dari stigma ini melaporkan bahwa dokter dan anggota keluarga merupakan sumber paling umum pelaku weight stigma.
Mengutip dari laman National Eating Disorder, penyedia layanan kesehatan, ketika berbicara dengan pasien obesitas cenderung memberi informasi kesehatan lebih sedikit, menghabiskan waktu konsultasi dengan durasi singkat, menganggap pasien sebagai orang tidak disiplin, mengganggu, dan tidak patuh terhadap pengobatan.
Orang bertubuh besar secara teratur mengalami weight stigma. Aktivitas dasar seperti makan, berbelanja, dan bahkan berolahraga seringkali dijadikan sebagai bahan bercandaan, sehingga meningkatkan perasaan malu dan cemas.
Orang bertubuh lebih kecil pun juga terdampak pengaruh dari stigma ini. Rasa takut menjadi gemuk mendorong beberapa perilaku penyebab gangguan makan.
Ingin tahu informasi tentang Pop Culture dan Lifestyle lainnya? Cek terus Yunoya Media dan like fanpage Facebook Yunoya Media di sini, ya!