Halo guys, kita jumpa lagi dalam review film di Yunoya. Kali ini saya membawakan review Cruella, yang mungkin bisa menjawab pertanyaan kalian apakah film tentang asal-usul villain di 101 Dalmatians ini bagus dan layak ditonton. Oke, tak perlu panjang lebar, langsung kita mulai saja ya review Cruella-nya.
Setelah terkungkung dalam proses pengembangan sejak 2013, Cruella akhirnya bisa melenggang bebas di tahun 2021 ini. Ekspektasi terhadap film live-action Disney pun melambung tinggi, karena sutradaranya adalah Craig Gillespie yang sebelumnya membawakan I, Tonya. Film tersebut mungkin bisa dibilang agak mirip dengan Cruella, karena sama-sama bertokoh utama perempuan dan berunsur komedi gelap.
Tapi apakah Cruella berhasil tampil maksimal? Temukan jawabannya di lanjutan review Cruella berikut ini.
Mengingat Cruella menyoroti asal-muasal musuh Dalmatians, maka jadi langkah yang tepat untuk memulai segalanya dari masa kecil sang villain. Masa kecil ini pun bergulir dengan cepat dan menunjukkan sisi lain dari Cruella yang mengejutkan. Bahwa ternyata, gadis ini sebenarnya bernama Estella yang punya “kepribadian lain” yang jahat dan dinamai “Cruella”.
Namun disini Disney bukan fokus menceritakan kisah gadis berkepribadian ganda dengan segala konflik batin dan gangguan mental yang membayanginya. Melainkan, kisah perjuangan gadis berbakat untuk jadi desainer top.
Nah, dari perjuangan inilah unsur kriminal di filmnya mulai keluar, dan perlahan-lahan mengubur kepribadian baik Estella sebelum mengangkat kepribadian jahat Cruella sepenuhnya. Filmnya pun semakin seru berkat adanya aksi heist Cruella dan rekannya yang menegangkan dan terorganisir.
Bahkan tak disangka, Cruella juga menyelipkan berbagai jenis komedi, dari yang bikin tertawa ngakak sampai yang bikin tertawa menyeringai. Kombinasi pas antara genre crime dan komedi ini menjadikan Cruella film yang asyik, meski di beberapa bagian terdapat plot hole yang cukup kentara. Misalnya saja, Cruella yang tiba-tiba bisa mengemudikan truk dengan jago, padahal sebelumnya ia mengaku tidak bisa menyetir.
Di atas segalanya, saya merasa film ini kurang dark karena kurang berani dalam menggambarkan kegetiran, kekerasan dan kekejaman. Padahal tokoh utama film ini adalah calon psikopat yang membunuh dan menguliti puluhan anak anjing untuk bahan mantel ikoniknya.
Bagi saya, pendekatan halus ini menyebabkan unsur balas dendam di pertengahan hingga akhir filmnya jadi kurang nampol. Dan anehya lagi, film ini tidak menunjukkan sinyal yang kuat bahwa Cruella akan jadi pembunuh anjing di masa depan.
Yah, mungkin semua ini dilakukan untuk menyesuaikan imej dan konsep Disney yang ramah keluarga. Toh filmnya sedari awal juga dirancang untuk rating PG-13, sehingga sah-sah saja jika ia mau bermain aman.
Masih di review Cruella. Emma Stone sukses menghidupkan karakter Estella dan Cruella yang bertolak belakang. Di satu sisi, Emma mampu menangkap kepribadian Estella yang manis dan pekerja keras, walaupun ia bukan sosok yang baik-baik amat sih. Sedangkan di sisi lain, Emma bisa berubah total jadi Cruella yang jahat, jenius dan agak sinting.
Dengan aktingnya yang mengagumkan, penampilan Emma pun menjelma jadi salah bagian terbaik filmnya. Namun kendati demikian, saya merasa karakter Cruella masih kurang dieksplor lebih jauh, seperti misalnya sisi manusiawi atau perasaannya yang kurang diekspose. Padahal jika dieksekusi dengan tepat, Cruella bisa jadi karakter abu-abu yang meninggalkan kesan kuat.
Kita juga tak bisa mengabaikan penampilan cemerlang Emma Thompson sebagai Baroness, yang berperan penting membangkitkan kepribadian Cruella hingga akhirnya mereka jadi musuh besar. Yang menggelitik, Baroness mirip dengan karakter Miranda dari film The Devil Wears Prada, karena mereka sama-sama perempuan perfeksionis dan angkuh yang berpengaruh di dunia fashion.
Sayangnya, plot twist Baroness kurang dibangun dengan solid, sehingga ketika kejutan ini dikeluarkan hasilnya jadi kurang menggigit.
Oh ya, penyumbang komedi terbesar di film sebenarnya bukan Cruella, melainkan partner setianya yaitu Jasper dan Horace. Namun meski kehadiran duo ini penting untuk mencairkan suasana, hubungan persahabatan mereka dengan Cruella kurang digali, padahal itu harusnya bisa jadi drama yang menyentuh hati.
Di luar itu, Artie jadi karakter yang menarik perhatian saya. Karena di satu sisi, ia adalah anak punk yang suka kekacauan. Namun di sisi lain, Artie adalah desainer hebat yang punya aura “melambai”. Karena porsi penampilannya tidak banyak, mungkin akting jempolan John McCrea jadi bagian yang underrated dari filmnya.
Dari sisi teknis, rasanya Cruella tak perlu dipertanyakan lagi ya. Salut deh buat desainer kostum Jenny Beavan yang sukses memadukan gaya anak punk rock ‘n roll dan glamor untuk busana Cruella.
Aksi heist yang dihadirkan pun juga seru-seru, begitu pula dengan strategi dan aksi balas dendam Cruella yang menarik diikuti. Belum lagi ada visual gemerlap dan deretan soundtrack rock klasik yang sangat cocok dengan nuansa filmnya.
Selanjutnya, kita masuk ke bagian konklusi review Cruella.
Pada akhirnya, film ini kurang memaksimalkan potensi karakter utama dan ceritanya. Padahal sebenarnya, ia sudah punya modal mumpuni untuk menyamai level kualitas Joker, yang selama ini sering dibanding-bandingkan.
Namun terlepas dari segala kekurangannya, Cruella tetap bagus dan menyenangkan untuk ditonton berkat penampilan dinamis Emma Stone serta aksi kriminal yang menghibur.
Skor untuk Cruella: 7.5/10
Ingin tahu informasi tentang Pop Culture dan Lifestyle lainnya? Cek terus Yunoya Media dan like fanpage Facebook Yunoya Media di sini, ya!