Sebagian orang pasti tidak asing dengan cerita legendaris ‘Layla Majnun’ , sebuah kisah cinta legendaris yang ditulis oleh Nizami Ganjavi pada abad ke-12 dalam bahasa Persia. Layla Majnun adalah kisah cinta berlatar belakang di tanah Arabia, tentang pertemuan dua sejoli dari dua kabilah yang berbeda. Bagaimana reviewLaylaMajnun?
Kisah legendaris ini kemudian diangkat menjadi sebuah film layar lebar dengan judul Layla Majnun, yang di sutradarai oleh Monty Tiwa, dan di produseri oleh Chand Parwez servia dan Fiaz Servia.
Bagaimana seru nya film Layla Majnun ini? Simak review Layla Majnun dari Yunoya di bawah ini, ya!
Sinopsis
Kehilangan ayah di usia yang sangat dini, menjadi alasan karakter Layla (Acha Septriasa) terbentuk. Ia menjadi sosok perempuan yang begitu ambisius, mandiri, tegas tapi juga penurut pada sang Ibunda (Dian Nitami). Ditambah sosok sang Paman (Landung Simatupang) yang terbilang kejam, yang menguasai kehidupan Layla dan sang Ibu pasca kematian sang Ayah.
Meskipun Layla adalah orang yang menentang perjodohan, nyatanya ia hanya bisa terdiam saat dijodohkan oleh sang paman dengan Ibnu (Baim Wong) teman masa kecilnya yang sekaligus akan menjadi Gubernur di daerah mereka. Sosok Ibnu yang begitu baik hati dan tulus ternyata mampu menarik perhatian Layla dan membuatnya luluh untuk menerima pinangannya.
Dalam proses lamaran tersebut, Layla harus pergi ke Azerbaijan sebagai dosen tamu selama 2 minggu. Disana lah ia bertemu dengan sosok Samir (Reza Rahadian) mahasiswa asli Azerbaijan yang begitu tertarik dan mencintai Indonesia. Samir juga penggemar novel karya Layla sejak 3 tahun silam, dan novel jugalah yang menumbuhkan kecintaan Samir pada Indonesia.
Dalam waktu 2 minggu, Samir berusaha keras untuk menarik perhatian Layla. Sedangkan Layla sendiri sibuk mengajar dan menyiapkan pernikahannya dengan Ibnu di Indonesia. Akankah Samir berhasil menaklukan hati Layla? bagaimanakah nasib Ibnu di Indonesia?
Cerita Legenda Dengan Bumbu Kental Indonesia
Sebenarnya, film Layla Majnun adalah salah satu film Indonesia yang berhasil mempertahankan budaya Negara tempat mereka mengambil gambar. Seringnya kita temui, banyak film yang hanya menjadikan Negara sebagai latar belakang tempat tanpa menunjukan budaya aslinya. Hal paling sederhana adalah penggunaan bahasa, meski latar mereka berada di Negara lain biasanya bahasa Indonesia adalah bahasa utamanya.
Namun tidak dengan Layla Majnun, film ini berhasil menunjukan banyak hal tentang Azerbaijan. Bahasa, budaya, adat istiadat, bahkan cerita legenda asal Negara mereka. Namun, mengapa penulis mengatakan bahwa cerita ini kental dengan bumbu Indonesia? karena jalan cerita dan ending yang sungguh menunjukan ciri khas Indonesia.
Sedikit bocoran, bahwa film ini memiliki ending yang bahagia alias peran utama pasti berakhir bahagia. Jarang sekali rasanya, film Indonesia berani mengambil resiko menampilkan film sad ending. Apapun ceritanya, adaptasi novel atau cerita legenda pun endingnya selalu dibelokan menjadi ending yang bahagia. Tentu bukan hal yang salah, hanya ini telah menjadi ciri khas saja.
Selain itu, banyak hal-hal yang ditunjukan yang benar-benar menggambarkan sebuah kenyataan. Tentang bagaimana Paman Layla yang begitu mencintai uang, atau cara Ibnu untuk mendapatkan dukungan, hingga kisah cinta yang yaa begitu adanya.
Dan terakhir, dalam film ini wayang menjadi objek utama sebagai pertemuan antara Samir dan Layla. Wayang juga yang menciptakan karakter Layla, dan wayang peninggalan sang Ayah juga mengembalikan Samir yang hampir ‘gila’ saat itu.
Karakter Yang Sangat Kuat
Ini bukanlah film perdana bagi Reza Rahadian dan Acha Septriasa, pada film sebelumnya berjudul Test Pack mereka pernah bersanding dan berhasil menarik perhatian penonton saat itu karena chemistrynya yang begitu kuat sebagai pasangan suami istri. Jadi sepertinya bukan hal yang sulit lagi, bagi mereka untuk menyatukan chemistrynya.
Selain chemistry, sosok Reza Rahadian sebagai penduduk asli Azerbaijan juga perlu di acungi jempol. Walaupun kita memang sudah tidak asing lagi dengan perubahan besar aktor ini ya, namun dalam film ini sungguh luar biasa. Bagaimana ia memerankan mahasiswa asli yang masih kaku berbicara bahasa Indonesia, mimik wajahnya saat berfikir sebelum berbicara agar tidak salah menunjukan bahwa ia telah berhasil. Selain itu, wajahnya sangat mendukung yaa.
Sedangkan Acha Septriasa, selalu hadir menjadi sosok wanita tegas dan mandiri yang selalu berhasil membangkitkan semangat bagi perempuan lain. Sosoknya terlihat begitu sempurna sebagai perempuan, dan dalam film ini ia juga berhasil. Bagaimana keras dan tegasnya ia di luar, namun menjadi begitu rapuh saat bersama orang-orang yang ia cintai.
Dan terakhir adalah Baim Wong, yang memainkan dua karakter sekaligus. Bagaimana lembutnya ia pada awal film, dan menjadi begitu apatis dan menyebalkan pada pertengahan konflik berjalan. Bahkan film ini bisa mencapai puncak juga karena perannya yang totalitas tanpa batas ini, jika pembawaannya kurang mungkin puncak konfliknya pun akan terasa kurang.
Tiga aktor/aktris ini memang sudah tidak bisa diragukan lagi kualitasnya, film ini telah berhasil menyatukan orang-orang hebat seperti Reza-Acha dan Baim dalam satu scene yang luar biasa. Selain mereka, beberapa peran pendukung ini juga tak kalah hebatnya. Mereka juga berhasil membuat film ini terasa begitu nyata, hingga emosi nya pun bisa sampai pada penonton. Beberapa aktor/aktris ini ialah; Dian Nitami, Beby Tsabina, Uli Herdinansyah, dan August Melasz.
Menampilkan Visual yang Cantik
Di buka dengan adegan Ibu dan Layla yang berlari di tepi pantai untuk menghampiri sang ayah yang terdampar, bagi penulis visual yang ditampilkan terasa begitu cantik dan apik. Semua terasa cocok dan pas pada setiap scene, gambaran jelas rumah Layla dan sang Ibu yang terlihat tua mendeskripsikan ‘kekurangan’ yang dihadapi Layla dan sang Ibu. Hal itu pula yang membuat Ibnu terlihat ‘begitu berkuasa’ atas diri Layla meskipun di awal semuanya terlihat baik dan damai.
Selain itu, ketika akhirnya Layla tiba di Azerbaijan dan memulai perjalanannya. Semua diperlihatkan jelas dan begitu cantik, seperti kota Baku atau Old City. Selain kota yang begitu cantik, gambaran dari tempat tinggal Samir juga begitu cantik. Mungkin karena rumah tersebut memang asli milik penduduk sana, sehingga semuanya terasa begitu nyata saja.
Dan ketika Layla – Samir – Ilham pergi ke Kota Demirchi, untuk menghampiri rumah Sabina (Tunangan Ilham). Lokasi yang begitu cantik, lalu sebuah adat istiadat, dan budaya yang ditampilkan bisa menjadi ilmu tambahan untuk penonton pastinya. Dan terakhir, sebuah tempat antah berantah dimana Samir memilih untuk menyepi. Seperti Gurun sahara yang begitu cantik.
Nah, itu dia review film Layla Majnun. Sebuah kisah legenda yang wajib kamu tonton, meski begitu film ini punya beberapa kekurangan yang sebenarnya tidak terlalu penting tapi cukup terlihat. Seperti sosok Layla yang menjadi penulis novel, namun yang dicondongkan malah seorang guru dan pengajar. Lalu pilihan Samir untuk menyepi yang terkesan begitu ‘mudah’, dan hadirnya sosok Beby Tsabina yang sosoknya seperti nanggung.
Tapi hal itu tidak menurunkan nilai film ini sih, tetap saja film ini wajib kamu tonton.
Nah itu dia review Layla Majnun, film Layla Majnun sudah rilis di Netflix sejak 11 Februari loh, kamu bisa segera tonton film ini yaa. Yuk dukung terus perfilman Indonesia dengan menonton langsung dari layanan streaming resmi yang tersedia.
Ingin tahu informasi tentang Pop Culture dan Lifestyle lainnya? Cek terus Yunoya Media dan like fanpage Facebook Yunoya Media di sini, ya!