Patah hati menjadi hal lumrah bagi masyarakat, bukan hanya anak muda kok, tapi semua orang pernah dan memang berhak merasakan patah hati. Kamu Sobat Ambyar?
Karena ini bukan hanya tentang kehilangan si doi, tapi juga tentang hubungan keluarga, persahabatan atau tentang mimpi. Dan inilah review Sobat Ambyar, sebuah film yang didedikasikan untuk Almarhum Didi Kempot, penyanyi legendaris campur sari yang telah berkiprah di dunia musik hampir 30 tahun lamanya.
Film Sobat Ambyar ini bukan bercerita mengenai biografi atau perjalanan hidup Didi Kempot, melainkan bercerita mengenai kisah cinta yang sangat relate dan memang sering kita temui, atau kamu pernah alami? Nah simak review Sobat Ambyar dari Yunoya berikut ini!
Sinopsis Sobat Ambyar
Jatmiko (Bhisma Mulia) mencoba peruntungannya dalam dunia bisnis bersama sahabatnya Kopet (Erick Estrada), mereka membangun sebuah coffeshop dgn bermodal niat dan sedikit dana warisan yang tersisa dari keluarga Jat. Saat Jatmiko hampir menyerah dengan keadaan, seorang gadis bernama Saras (Denira Wiraguna) muncul menjadi pelanggan pertama di coffeshopnya.
Bukan hanya menjadi pelanggan pertama, namun ia juga menjadi cinta pada pandangan pertama untuk Jatmiko. Hari-hari berlalu, ia terus mengunjungi cafe dan merebut utuh perhatiian Jat. Karena Jat yang terlalu pemalu, Sara lebih banyak mengambil peran dalam perkenalan mereka.
Seperti mulai menggoda Jatmiko di meja kasir, memegang tangannya, hingga melemparkan kode untuk menjalin hubungan.
Sayangnya kebahagiaan Jat hanya sementara, Saras tiba-tiba menghilang saat memutuskan pulang ke Surabaya. Jatmiko hanya sibuk memikirkan dan mencari kabarnya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari Solo menuju Surabaya untuk bertemu Saras.
Patah hati itu cukup membuatnya terpuruk, hingga Kopet dan Anjani (Sisca JKT 48) membantunya untuk bangkit. Ditengah proses move-on nya, Saras datang kembali seperti tak pernah ada yang terjadi. Alih-alih bertahan, Jat akhirnya luluh juga dan membawa Saras kembali ke coffeshop nya.
Hubungannya dengan Saras memang membaik, namun hubungannya bersama Kopet dan Anjani lah yang mulai memburuk. Kopet yang kecewa, Anjani yang terlantar sebagai seorang adik. Jat seolah mengabaikan dunia nya demi membuktikan sesuatu pada Saras, hingga akhirnya patah hati kembali menghampiri. Mungkin bukan lagi patah, tapi hancur dan lebur.
Cerita Mengenai Patah Hati, Yang Pasti Semua Orang Alami
Siapa yang tidak pernah patah hati? Film ini memberikan cerita sederhana yang pasti semua orang alami, hanya berbedanya pada sikap yang diambil. Ada yang menikmatinya, ada pula yang menenggelamkan diri seperti Jatmiko.
Asing – berkenalan – menjalin hubungan – patah hati – kembali lagi – patah lagi, adalah alur kisah cinta yang sering kita alami bukan? Bedanya dalam film ini, semua dialog, emosi, ditambah latar lagu nya membuat dada semakin terasa sesak.
Dan, seperti pembahasan awal patah hati bukan hanya tentang si doi. Melainkan tentang persahabatan dan keluarga, dimana sering kali keduanya hancur karena perbuatan bodoh kita yang begitu menjunjung tinggi cinta. Sosok Kopet yang begitu kecewa dengan Jat, menggambarkan banyak orang yang seringkali juga kecewa jika sahabat terdekat kita disakiti namun memilih untuk kembali. “Sepurone Jat, sepurone. Aku ora sudi ngenteni sing koe (Maaf Jat, maaf. Aku engga sudi ngertiin kamu)” – Ucap Kopet pada Jatmiko.
Tentunya kalimat ini tidak serta merta terucap dari Kopet, ia mengatakan ini karena sudah terlanjur kecewa pada Jat yang tidak mengerti posisinya dan menerima kembali Saras. Selain itu, dialog antara Jat – Anjani sebagai keluarga juga berhasil menguras emosi, seperti sedihnya jadi berlipat-lipat.
Sudah kehilangan cinta, bertengkar dengan sahabat sekarang harus adu mulut dengan satu-satunya adik yang dimiliki. Rasanya wajar jika Jatmiko seperti kehilangan akal dan fikirannya.
Tapi jangan khawatir, penonton tidak akan disuguhkan kisah menyedihkan dalam 101 menit kok. Ada juga beberapa scene komedi yang berhasil membuat tertawa, entah karena adegannya atau celetukan-celetukannya dalam bahasa jawa.
Para Pemain Yang Menguasai Peran, Tanpa Paksaan
Kebanyakan film-film layar lebar yang mengusung tema tentang budaya Indonesia, masih menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan hariannya. Kalaupun menggunakan bahasa daerah, masih banyak yang terdengar memaksakan, atau hanya menambahkan medok nya saja.
Sedangkan dalam film ini, hal yang penulis amat perhatikan adalah para pemainnya yang begitu menguasai peran, full berbicara dengan bahasa jawa bukanlah hal yang mudah kecuali mereka memang berasal dari daerah yang sama.
Bhisma Mulia, adalah pemain yang baru memulai debutnya dalam film ini. Namun ia berhasil memberikan penampilan terbaiknya, dengan bahasa, gesture serta emosi yang disampaikan. Semua terlihat begitu baik bagi penampilan pertama.
Begitupun Sisca JKT 48 yang tak kalah apik, meski dialognya cukup sedikit tapi perannya cukup membantu dalam menyampaikan cerita. Selain itu Erick, yang memang sudah cukup sering bermain film juga memberikan penampilan yang baik.
Tapi, semua tidak akan sesuai dan sama ceritanya jika Denira sebagai sosok wanita yang ‘genit’ tidak menguasai perannya. Denira bermain begitu baik disini, terutama dalam mimik wajah yang memang menjadi hal utama baginya dalam cerita film ini.
Rasanya wajar saja Jatmiko jatuh hati. Karakter Saras disini juga berhasil mengambil emosi, perasaannya yang labil, sikapnya yang seperti tidak tahu malu seperti menggambarkan bahwa perempuan memang bisa menyakiti lelaki sampai ‘segitunya’.
Saras Adalah Gambaran Wanita Yang Realistis
Menjadi mahasiswa di kota Solo, dan sendirian pula mungkin membuat Saras merasa sepi. Hingga akhirnya ia bertemu Jat, sosok lelaki yang baik hati, perhatiaan, dan bisa selalu memberikan waktunya untuk Saras.
Sayangnya hal itu dirasa kurang, sosok Saras dalam film ini juga seperti meluruskan statement bahwa cinta bukan hanya tentang cinta. Menurut penulis, Saras memang benar mencintai Jat, sayangnya ia harus bersikap realistis untuk menghadapi dunia. Kalau kamu sudah nonton, setuju engga dengan pendapat ini?